Hariansumbawa.com – Di tanah Jawa yang bergejolak pada akhir abad ke-13, saat bayang-bayang keruntuhan Kerajaan Singhasari menggelayuti langit timur, muncul seorang pemuda yang akan mengukir jejaknya dalam sejarah Arya Kamandanu.
Ia bukan pangeran, bukan raja, melainkan putra seorang pandai besi sederhana bernama Mpu Hanggareksa. Namun nasib membawanya menjadi pendekar besar yang berperan dalam lahirnya Kerajaan Majapahit.
Sejak muda, Kamandanu dikenal sebagai sosok yang mencintai kedamaian dan ilmu kanuragan. Ia menolak jalan kekerasan yang ditempuh kakaknya, Arya Dwipangga, yang terlibat dalam intrik politik dan kekuasaan. Tapi dunia tak membiarkan Kamandanu tetap damai. Pengkhianatan, perang, dan cinta yang terlarang menariknya masuk ke dalam pusaran sejarah.
Kamandanu menjadi pendekar sakti yang mengajarkan ilmu bela diri dan kebijaksanaan hidup. Dari gurunya, Kamandanu tidak hanya mewarisi jurus-jurus maut, tetapi juga nilai-nilai luhur tentang kehormatan, kesetiaan, dan kemanusiaan. Ia tumbuh menjadi pendekar sejati tenang, kuat, dan setia pada kebenaran.
Perjalanan hidupnya penuh luka: dikhianati saudara, kehilangan cinta, dan menyaksikan tanah airnya porak-poranda. Tapi ia terus maju, menjelma menjadi ksatria bayangan yang membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara.
Meski ia tak pernah mengejar tahta atau gelar, nama Arya Kamandanu tetap dikenang sebagai simbol pendekar sejati: yang bertarung bukan demi kekuasaan, tapi demi keadilan dan perdamaian.
Penulis :
Zulkifli Bujir, S.Sos
(Pimpinan Umum Harian Sumbawa)













